Senin, 20 Juni 2011

Mencintai dan Membenci...

"Cintailah kekasihmu sekadarnya, siapa tahu ia akan menjadi musuhmu suatu hari nanti. Dan bencilah musuhmu sekadarnya, siapa tahu ia akan menjadi kekasihmu suatu hari nanti."
-Sayidina Ali bin Abi Talib.

Membela orang yang dicintai satu tindakan mulia. Namun membela musuh yang dizalimi jauh lebih mulia.

bukankah membenci tu dpt merosakkan hati...

'apabila sesorang ada nya benci. dia akan hidup dalam deraan psikologi yang amat menyeksakan..setiap kali mendengar nama org yg dibenci, fikiran menjadi keruh. jika sesorg memujinya, hati seola-olah terbakar. hati dipenuhi sangkaan buruk setiap kali melihat org yang dibenci itu mlakukan sesuatu atau mengucapkan sesuatu. hati sukar percaya bahwa ia berniat baik atau mampu berbuat baik.Tidak mampu untuk menerima sedikit pn kelebihan org yg dibenci tu..'

sgt seksa nye hati tu kan?

soalan.. kenapa perlu membenci??
membenci tanpa sebab yang jelas...
sikap membenci tanpa sebab yang jelas tentu sahaja sangat jauh dr keadilan. org seperti ini bnrnya sdg menderita sakit jiwa yang harus segera diubat.

tapi..kalau di ikutkan.. untuk membenci seseorang,,, berbaloi ke?
mungkin dia telah menyakiti hati kita... tapi berbaloi kah utk 'mengorbankan' lagi hati tu utk dia..
kan dengan membenci tu sendiri menambahkan lagi sakit di hati..

seringkali, kebencian kita jauh lebih besar dr sebabnya. sebab yang remeh dibesarkan lagi oleh ego sendiri.

tak perlu lah terus menyakiti diri sendiri... sama-sama lah rawat hati sendiri...
'jangan marah jika orang lain tidak berubah seperti yang kita harapkan kerana kita sendiri tidak berubah seperti yang kita inginkan.'

segalanya bermula dr dalam diri sendiri. baiki diri, baiki hati...
Cintai seadanya, benci sekadarnya...
"Tidak halal bagi seorang Muslim menjauhi saudaranya lebih dr tiga hari. Kedua-dua nya berjumpa, namun saling berpaling drpd satu sama lain. Orang terbaik antara kedua-duanya adalah yang terlebih dahulu mengucap salam." (Riwayat Al-Bukhari dan Muslim drpd Abu Ayyub)

*dipetik dr Solusi isu 29*

Kamis, 16 Juni 2011

RENUNGKANLAH !!!

Lihatlah mereka !!!
para dhuafa. . .
dalam keterbatasan mereka berjuang
selangkah demi selangkah
mencari selembar rupiah !!!
tak peduli panas dan hujan
tak peduli lelah dan letih
merekalah yg senantiasa di sanjung Rasulullah SAW. . .
"mereka sebenarnya kaum dhuafa, namun enggan meminta-minta"
Lihatlah mereka sekilas saja. . .
Lalu renungkan !!!
Raba penderitaan mereka !
Mereka yg masih bekerja di usia senjanya . . .
Mungkin ...di harta kita terdapat hak mereka ...
Maka, ketika sudah bertekad tuk berbagi kebahagiaan bersama mereka
yakinkan diri bahwa harta yg kita keluarkan untuk mereka takkan pernah sia-sia . . !Semuanya akan d ganti oleh ALLAH Tuhan yg Maha Kaya . . !
Mari renungkan..!!!
Tingkatkan amal..!!!

Ulang Tahun, Kebiasaan Aneh Tapi Nyata

sumber : era muslim.com
oleh : panggih waluyo

Anak saya sontak teriak ketika mendapat undangan kecil bergambar kartun dari temannya mainnya. Sebagai orang tua, saya bisa memaklumi kegembiraannya karena setahunya, dia mendapat sebuah undangan untuk makan dan bernyanyi-nyanyi ke rumah temannya. Anak saya tahu hal seperti itu dari berbagai tayangan televisi, dari temen-temen bermainnya, dari saudara-saudara yang masih melakukan kebiasaan berulang tahun.

Seperti biasanya, ketika mendapat undangan seperti itu, saya selalu berpesan kepada istri agar tidak menghadiri acara tersebut. Saya berpesan agar memberikan hadiah saja di luar acara tersebut. Dengan niat memberikan hadiah semata. Hal tersebut saya lakukan guna menjaga hubungan antara tetangga, agar jangan sampai terjadi persangkaan-persangkaan yang tidak-tidak karena ketidakhadiran anak saya.

Di awal-awal, sempat juga saya berselisih pendapat dengan istri saya, istri berdalih dan khawatir jika tidak hadir di acara semacam itu kita akan diasingkan oleh masyarakat dan anak kita akan menjadi kuper. Lalu saya jawab, “mi... akal siapakah yang mau menerima, ketika jatah umur kita berkurang dengan bertambahnya waktu, lalu kita malah “bergembira”, lalu “jika dikaitkan dengan rasa bersyukur dengan bertambahnya usia, apakah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam sebagai panutan kita mengajar cara bersyukur yang seperti itu...?” Bukankah ini sebuah pembodohan untuk anak kita? Sebuah pemaksaan ajaran yang jelas tidak bersumber dari agama yang kita yakini yakni Islam...”

Kemudian saya tambahkan kepada istri saya lagi bahwa kebiasaan ulang tahun adalah mengekor pada kebiasaan kaum di luar Islam yang biasa merayakan hari kelahiran “tuhan” mereka. Dan ini merupakan satu point tambahan untuk alasan mengapa kita harus menghindari acara tersebut. Apa dalilnya? Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam telah mengingatkan kita, dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk darinya”. (HR. Abu Daud No. 4031 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah: 1/676)

Bisa dikatakan jika kita mengikuti kebiasaan mereka (kaum di luar Islam) tersebut maka kita adalah bagian dari kaum tersebut. Sebab dari panutan kita yang mulia pun, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam tidak pernah memberikan contoh “ritual” tersebut, bahkan jika dalihnya adalah sebuah ungkapan kesyukuran, maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam telah mengajarkan dan mencontohkan bentuk kesyukuran yang real, sebagaimana telah diriwayatkan dalam hadist berikut:

Mughirah bin Syu'bah berkata, "Sesungguhnya Rasulullah bangun untuk shalat sehingga kedua telapak kaki atau kedua betis beliau bengkak. Lalu dikatakan kepada beliau, 'Allah mengampuni dosa-dosamu terdahulu dan yang kemudian, mengapa engkau masih shalat seperti itu?' Lalu, beliau menjawab, 'Apakah tidak sepantasnya bagiku menjadi hamba yang bersyukur?'" (HR. Bukhari)

Begitulah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam mengajarkan kita cara bersyukur. Bersyukur yang sebenar-benarnya adalah dengan menambah ketaatan pada Dzat yang memberikan kenikmatan. Bukan dengan sekadar makan bersama atau bernyanyi-nyanyi lalu setelah itu nuansa ketaatan dibuang jauh-jauh setelah mendapat kenikmatan itu.

Jadi, kepada Anda wahai saudaraku seaqidah yang menjadi orang tua, menjadi kakak, dan menjadi contoh bagi anak dan adik-adik kita, masihkah ada dalil dan dalih untuk “gemar” melakukan dan mencontohkan atau menganjurkan kebiasaan ini kepada generasi penerus kita? Jika Anda berlebih harta, ajarkan anak dan adik-adik kita bersedekah dan berinfaq kepada yang membutuhkan. Itu jauh lebih mengajarkan kepada hal yang dicintai Alloh dan RasulNya. Jika Anda ingin mengadakan acara makan bersama, maka undanglah anak yatim untuk bersama-sama menikmati rezeki yang Anda terima dari Alloh. Maka itu juga hal yang diridhoi oleh Alloh dan RasulNya.

Wahai saudaraku seaqidah...

Yakinlah...bahwa agama ini adalah aturan yang sempurna dari Yang Maha Sempurna. Tidak usahlah kita merasa bangga dengan kebiasaan-kebiasaan yang “mereka” lakukan. Cukuplah Alloh dan RasulNya sebagai penilai kita dan tolok ukur kebaikan buat kita...

Wallahu ‘alam.

Jumat, 04 Februari 2011

Make Up Seorang MusLimah

1. Menjadikan Ghadul Bashar (menundukkan pandangan) sbgai hiasan matamu.

2. Oleskan lipstik kejujuran pada bibirmu, niscaya akan semakin manis.

3. Gunakan pemerah pipi dgn kosmetik yg dbuat dari rasa malu dan d produksi oleh salon iman.

4. Rawatlah rambutmu dgn jilbab yg islami yg akan menghilangkan ketombe pndangan laki2 yg mmbahayakan.

5. Pakailah sabun istighfar untuk mnghilangkan smua dosa dn kesalahanmu.

6. Pkailah giwang2 kesopanan pda kedua telingamu.

7. Hiasi kdua tnganmu dgn gelang2 tawaddhu' (rendah hati) dn jari2mu dgn cincin ukhuwah(persaudaraan) dn gunakan kalung kesucian. Sebaik baik kalung adalah kalung ksucian.

8. Bedakilah wajahmu dgn air wudhu', niscaya akan brcahaya d akhirat.